V
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Karakteristik Responden
Karakteristik
responden merupakan ciri-ciri atau sifat-sifat dari responden yang diamati. Tujuan
dari mengetahui karakteristik responden ialah untuk mengetahui kondisi serta keadaan
dari responden yang akan diamati, karakteristik responden merupakan bagian
terpenting dalam suatu penelitian.
Karakteristik responden usahatani kelapa sawit yang diamati dalam penelitian
ini meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan pengalaman
kerja. Untuk lebih jelasnya mengenai karakteristik responden usahatani kelapa
sawit di Desa Talang Durian dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Karakteristik Responden
Petani Kelapa Sawit
Karakteritik
Petani
|
Petani Kelapa Sawit
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
Rata-Rata
|
Umur (Thn)
|
|
|
46,23
|
< 40
|
12
|
30,77
|
40-53
|
17
|
43,59
|
> 53
|
10
|
25,64
|
Pendidikan formal (Thn)
|
|
|
10,00
|
< 8
|
9
|
23,08
|
8-10
|
8
|
20,51
|
> 10
|
22
|
56,41
|
Jumlah Anggota Keluarga (Org)
|
|
|
4,28
|
3-4
|
24
|
61,54
|
5-6
|
15
|
38,46
|
Pengalaman (Thn)
|
|
|
10,28
|
< 10
|
11
|
28,21
|
10-11
|
19
|
48,72
|
> 11
|
9
|
23,08
|
Sumber: Data Primer Diolah, 2014
5.1.1 Umur
Tingkat
produktivitas kerja petani kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh umur petani.
Pada umumnya usia produktif petani dapat menghasilkan kerja yang maksimal.
Menurut Mubyarto (1989), bahwa umur seorang yang berkisar 15-64 tahun termasuk
dalam golongan produktif. Dinyatakan juga bahwa seseorang pada usia produktif
akan memberikan hasil yang maksimal jika dibandingkan pada usia di bawah
produktif.
Rata-rata
umur petani kelapa sawit yaitu 46,23 tahun dan untuk persentase terbesar jumlah
petani kelapa sawit adalah pada rentang umur 40-53 tahun. Bila dilihat dari keadaan
umur tersebut, diharapkan petani kelapa sawit di Desa Talang Durian akan melakukan usahanya secara
optimal sehingga produksi kelapa sawit yang diharapkan dapat maksimal. Petani
yang berada pada usia produktif tentunya masih mempunyai kemampuan yang optimal, yang lebih baik dalam
berfikir dan bertindak untuk melakukan segala sesuatu kegiatan.
5.1.2 Pendidikan
Pendidikan
merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan dalam keberhasilan suatu
usaha. Pendidikan seseorang umumnya mempengaruhi cara dan pola fikir dalam
mengelola usahanya dan akan berpartisipasi aktif juga dalam suatu kegiatan.
Dengan adanya pendidikan formal ini diharapkan dapat membentuk sebuah pola
fikir yang maju dan realitas sehingga dapat membawa kemajuan bagi dirinya.
Menurut Mosher (1996) pendidikan formal bertujuan untuk mempersiapkan diri
seorang petani untuk memasuki hidup sekarang maupun masa yang akan datang.
Berdasarkan
Tabel 10
di atas bahwa rata-rata pendidikan formal yang ditempuh petani kelapa sawit adalah
10 tahun atau setara dengan tingkat pendidikan SLTA. Persentase terbesar jumlah
petani kelapa sawit pada rentang pendidikan >10
tahun. Bila dilihat dari tingkat pendidikan formal tersebut, dapat
dikatakan bahwa petani kelapa sawit di daerah penelitian memiliki tingkat
pendidikan yang cukup. Pendidikan sangat diperlukan untuk menambah pengetahuan
petani, karena secara tidak langsung akan berpengaruh pada tingkat adopsi dan
penerapan teknologi oleh petani
5.1.3 Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga
yang dibebankan kapada kepala keluarga biasanya terdiri dari istri, anak-anak,
orang tua dan anggota keluarga lainya selain kepala keluarga. Jumlah anggota
keluarga yang menjadi tanggungan dapat memberi motivasi bagi petani sebagai
kepala keluarga untuk dapat menghasilkan produksi seoptimal mungkin supaya
mendapatkan hasil yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga.
Berdasarkan
Tabel 10
diketahui bahwa rata-rata jumlah tanggungan keluarga petani kelapa sawit adalah
4 orang atau berkisar 3-4 orang. Jumlah tanggungan keluarga berpengaruh pada
tingkat pengeluaran dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Semakin besar
jumlah tanggungan keluarga maka akan semakin besar pula pengeluaran dalam
memenuhi kebutuhan keluarga tersebut dan sebaliknya. Secara tidak langsung hal
ini memberikan motivasi yang kuat bagi petani kelapa sawit untuk berupaya
meningkatkan kegiatan usahanya sehingga kebutuhan keluarga terpenuhi. Menurut
Soekartawi (1995), jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap tingkat adopsi.
Tingginya jumlah anggota keluarga mengindikasikan bahwa petani dapat melakukan adopsi teknologi guna
mencukupi kebutuhan keluarganya. Disisi lain, anggota keluarga yang banyak
diharapkan mampu membantu dalam sumbangan tenaga kerja dalam keluarga. Suatu
inovasi baru dalam usaha tani, anggota keluarga dapat menjadi tenaga kerja yang
memberikan sumbangan tenaga dalam melaksanakan inovasi baru tersebut.
5.1.4 Pengalaman
Pengalaman
dalam melakukan usahatani kelapa sawit menunjukan lamanya petani dalam
melakukan usahanya. Pengalaman ini akan membantu petani dalam mengambil
keputusan untuk melakukan usahatani kelapa sawit pada periode hasil produksi
berikutnya. Petani selalu belajar dari pengalamanya sehingga mempunyai gambaran
tentang apa yang akan dilakukan demi peningkatan hasil produksi berikutnya.
Berdasarkan
Tabel 10
diketahui bahwa rata-rata pengalaman petani kelapa sawit adalah 10 tahun, dari Tabel tersebut juga dapat dilihat
bahwa persentase terbesar jumlah petani kelapa sawit pada rentang 10-11 tahun
hal ini berarti pengalaman dalam melakukan usahatani kelapa sawit akan
memberikan pengetahuan yang lebih luas dalam melakukan kegiatan usahatani
kelapa sawit. Petani yang berpengalaman akan lebih efisien dan produktif dalam
mengelola usahanya dibandingkan dengan petani yang belum berpengalaman, karena
petani tersebut mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan
usaha pertanian kelapa sawit berdasarkan dari pengalaman sebelumnya yang sudah
pernah dilakuka. Menurut Malcolm dan Mackham (1986) menyatakan bahwa pengalaman
dalam melakukan usaha banyak memberikan kecendrungan bahwa petani bersangkutan
memiliki keterampilan yang relatif tinggi begitupun sebaliknya. Dari hasil
penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa pengalaman berusahatani sudah cukup
lama.
5.2
Penerimaan Rumah Tangga Petani
Penerimaan rumah tangga petani
kelapa sawit sebagai nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu
tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan dapat dihitung
dengan cara mengalikan jumlah produksi total dengan harga yang berlaku di
pasaran. Petani dan keluarganya membutuhkan sejumlah dana untuk membiayai
kebutuhan hidupnya (biaya hidup). Biaya hidup ini diperoleh dari berbagai
sumber, antara lain dari sumber usahatani sawit, non usahatani sawit serta
penerimaan dari non pertanian untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Penerimaan rumah tangga di Desa
Talang Durian Kecamatan Semidang Alas Kabupaten Seluma disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Penerimaan Rumah Tangga
Petani Desa Talang Durian
No
|
Jenis Penerimaan
RT
|
Rata-Rata
(Rp/Bln)
|
Persentase (%)
|
|
RT Petani Dengan Sumber Penerimaan Pertanian dan Non Pertanian
|
|
|
1
|
Usahatani Sawit
|
6.662.173,59
|
78,13
|
2
|
Non Usahatani Sawit (Karet)
|
1.353.179,49
|
15,87
|
3
|
Total Penerimaan Pertanian (1+2)
|
8.015.353,08
|
94,00
|
4
|
Non Pertanian
|
512.051,28
|
6,00
|
5
|
Total Pertanian & Non Pertanian (3+4)
|
8.527.404,36
|
100,00
|
Sumber:
Data primer diolah, 2014 (Lampiran 5)
Penerimaan
yang diperoleh petani kelapa sawit di Desa Talang Durian yaitu berasal dari sektor usahatani sawit,
non usahatani sawit dan sektor non pertanian. Berdasarkan Tabel 11 masing-masing sumber penerimaan
memiliki rata-rata yang berbeda-beda yakni untuk usahatani sawit memiliki
rata-rata sebesar Rp. 6.662,173,59
per bulan dengan
persentase sebesar 78,13%, kemudian untuk rata-rata non
usahatani sawit (karet) sebesar Rp. 1.353.179,49 per bulan dengan persentase 15,87%. Total rata-rata penerimaan dari
pertanian adalah Rp. 8.015,353,08
per bulan dengan persentase 94,00%, sedangkan
untuk penerimaan dari sektor non pertanian yaitu rata-rata penerimaan Rp. 512.051,28 per bulan dengan persentase sebesar 6,00%. Penerimaan
rumah tangga yang paling tinggi adalah dari usahatani kelapa sawit. Karena
usahatani kelapa sawit merupakan usaha pokok sedangkan penerimaan non usahatani
sawit dan non pertanian sebagai usaha sampingan hal ini dikarenakan tidak semua
petani memiliki usaha tersebut dan luas lahannya lebih kecil dibandingkan
usahatani sawit, luas lahan usahatani sawit di daerah penelitian rata-rata sebanyak
3,18 Ha.
5.2.1 Penerimaan Usahatani Sawit
Penerimaan usahatani sawit di Desa
Talang Durian adalah sebesar Rp.6.662,173,59 per bulan dengan persentase sebesar 78,13% (Tabel 11)
dari total keseluruhan penerimaan rumah tangga petani kelapa sawit.
Penerimaan usahatani
sawit adalah penerimaan utama bisa dilihat dari luas lahan, jumlah produksi dan
rata-rata penerimaan per bulan. Hal ini juga diungkapkan oleh petani, kelapa
sawit pemeliharaan lebih mudah dan disaat harga naik penerimaan cenderung lebih
besar dari beberapa penerimaan yang ada seperti penerimaan non usahatani sawit
(karet) dan non pertanian (PNS, bengkel dan warung). Hasil panen usahatani
sawit dilakukan dua minggu sekali, sehingga selama satu bulan bisa dua kali
panen. Hal ini juga yang mengakibatkan harga jual berbeda setiap kali panen
antara petani satu dengan petani yang lainya, karena setiap hari harga jual
tandan buah segar (TBS) tidak selalu sama sehingga petani memerlukan penerimaan
tambahan di saat harga jual kelapa sawit kecil.
5.2.2 Penerimaan Non
Usahatani Sawit (Karet)
Penerimaan non usahatani sawit (Karet) di Desa Talang
Durian adalah sebesar Rp.1.353.179,49 per bulan dengan persentase sebesar 15,87%
(Tabel 11) dari total
keseluruhan penerimaan rumah tangga petani kelapa sawit.
Penerimaan non
usahatani sawit (karet) di daerah peneliti sebagai penerimaan atau penghasilan
sampingan. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 11 bahwa jumlah rata-rata
penerimaan non usahatani (karet) lebih kecil dibandingkan dengan penerimaan
usahatani sawit. Di samping itu juga luas lahan usahatani karet lebih kecil
dari usahatani sawit, luas lahan non usahatani sawit (karet) di daerah penelitian
dengan rata-rata 1,15 Ha. Menurut petani cara produksinya usahatani sawit dan
karet juga berbeda, usahatani karet harus setiap hari melakukan penyadapan
getah karet. Sedangkan usahatani sawit cukup dua kali dalam satu bulan atau dua
minggu sekali untuk memanennya. Di samping itu juga harga jual karet kadang
kala tidak sesuai dengan pemeliharaannya, karena harga jual karet sering naik
turun dalam hitungan hari. Pada saat penelitian rata-rata harga karet sebesar
Rp. 6.000,- pada minggu pertama dan pada minggu ke tiga sebesar Rp. 6.500,-.
5.2.3 Penerimaan Non Pertanian
Penerimaan non pertanian di Desa Talang Durian adalah sebesar Rp.512.051,28 per bulan dengan persentase sebesar 6,00% (Tabel 11) dari total keseluruhan penerimaan rumah tangga petani kelapa sawit.
Penerimaan
non pertanian di daerah peneliti merupakan penerimaan sampingan. Jumlah
rata-rata penerimaan non pertanian lebih kecil dibandingkan dengan penerimaan
pertanian. Dikarenakan hanya sebagian kecil keluarga yang memiliki penerimaan
non pertanian sehingga penerimaan ini sebagai penerimaan sampingan masyarakat
di Desa Talang Durian.
5.3 Pengeluaran Rumah Tangga
Pengeluaran rumah tangga
merupakan pengeluaran yang dikeluarkan oleh setiap rumah tangga petani pada
saat penelitian selama satu bulan, baik itu pengeluaran untuk pangan maupun non
pangan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa pengeluaran pangan dan non pangan
rumah tangga petani kelapa sawit sangat tergantung pada penerimaan per
bulannya. Semakin tinggi penerimaan petani maka semakin tinggi juga pengeluaran
pangan dan non pangannya. Pengeluaran pangan merupakan pengeluaran pokok yang
harus dipenuhi sedangkan pengeluaran non pangan adalah pengeluaran sampingan.
Pengeluaran rumah tangga di Desa
Talang Durian Kecamatan Semidang Alas Kabupaten Seluma disajikan pada Tabel 12.
Tabel
12. Pengeluaran Rumah Tangga Petani di Desa Talang Durian
No
|
Jenis Pengeluaran RT
|
Rata-Rata (Rp/Bln)
|
Persentase (%)
|
1
|
Pengeluaran Pangan
|
1.963.333,74
|
49,03
|
2
|
Pengeluaran Non Pangan
|
2.040.948,72
|
50,97
|
Total Pengeluaran
|
4.004.282,46
|
100,00
|
Sumber:
Data primer diolah, 2014 (Lampiran 29)
Pengeluaran rumah tangga dihitung
berdasarkan jumlah yang dikonsumsi dan tidak dikonsumsi hal ini terdiri dari
pengeluaran untuk konsumsi pangan dan pengeluaran konsumsi non pangan.
Berdasarkan Tabel 12
rata-rata pengeluaran pangan rumah tangga di Desa Talang Durian yaitu sebesar
Rp. 1.963.333,74 per bulan
dengan persentase 49,03%, sedangkan
untuk pengeluaran non pangan sebesar Rp. 2.040.948,72 per bulan
dengan persentase 50,97%. Dari hasil
penelitian bahwa konsumsi non pangan rumah tangga petani kelapa sawit lebih besar
dari pada konsumsi
pangan, dikarenakan rumah tangga petani kelapa sawit lebih banyak
mengalokasikan pengeluaran untuk non pangan, sehingga pengeluaran non
pangan lebih besar dibandingkan
pengeluaran pangan. Dapat dilihat dari jumlah persentase konsumsi non pangan
lebih besar dibandingkan dengan konsumsi pangan, hal ini dikarenakan hampir
semua rumah tangga petani kelapa sawit melakukan pengeluaran konsumsi pangan
tetapi setiap hari juga rumah tangga mengalokasikan untuk konsumsi non pangan
lebih besar sehingga jumlah persentase nya berbeda dengan jumlah rata-rata
pengeluaran pangan dan non pangan.
Hal
ini ditunjukan semakin besar penerimaan rumah tangga, maka semakin meningkat
pula konsumsi pangan dan non pangan sehingga penerimaan itu sangat erat
kaitannya dengan pengeluaran. Logikanya semakin tinggi tingkat penerimaan maka
tingkat kesejahteraan petani kelapa sawit di Desa Talang Durian akan semakin
meningkat. Apabila dinilai dari sudut pandang
ekonomi dari hasil penelitian ini peneliti dapat menyimpulkan bahwa
kesejahteraan masyarakat sudah dapat dikatakan sejahtera. (Sumarwan, 1993). Berdasarkan teori ini, maka keluarga bisa dikatakan lebih sejahtera bila
porsi pengeluaran
untuk pangan
jauh lebih kecil dari porsi
pengeluaran untuk non pangan.
Artinya proporsi alokasi pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan
bertambahnya penerimaan keluarga, karena sebagian besar dari penerimaan tersebut dialokasikan
pada kebutuhan non pangan.
5.3.1
Proporsi Pengeluaran Pangan
Konsumsi pangan
adalah konsumsi utama yang harus dipenuhi dalam suatu kegiatan rumah tangga
termasuk konsumsi energi dan protein, setiap rumah tangga juga tidak sama apa
yang dikonsumsinya setiap hari bahkan selama penelitian. Sedangkan tingkat
konsumsi energi dan protein berbeda antar keluarga. Hal ini dikarenakan
perbedaan tingkat penerimaan pada setiap keluarga petani.
Konsumsi pangan
merupakan banyaknya atau jumlah pangan secara tunggal maupun beragam yang
dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis, pisikologis dan sosiologis. Tujuan fisiologis adalah
upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk memperoleh zat-zat
gizi yang diperlukan tubuh dan untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera.
Sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam
keluarga dan masyarakat. Menurut Harper et al dalam Suryono (2012) konsumsi
pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya
bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan.
Untuk melihat
bagaimana pengeluaran pangan rumah tangga petani kelapa sawit di Desa Talang
Durian per bulan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Pengeluaran Pangan per
Bulan
No
|
Jenis Pengeluaran Pangan
|
Rata-Rata (Rp)
|
Persentase (%)
|
1
|
Sayuran-Sayuran
dan Buah
|
140.692,31
|
7,17
|
2
|
Minyak Goreng
|
66.769,23
|
3,40
|
3
|
Bumbu-Bumbuan
|
188.141,03
|
9,58
|
4
|
Makanan Jadi
|
130.487,18
|
6,65
|
5
|
Rokok
|
423.744,00
|
21,58
|
6
|
Padi-Padian
(Beras)
|
442.666,67
|
22,55
|
7
|
Umbi-Umbian
|
33.076,92
|
1,68
|
8
|
Ikan
|
120.641,03
|
6,14
|
9
|
Daging
|
189.423,08
|
9,65
|
10
|
Telur
|
32.769,23
|
1,67
|
11
|
Bahan Minuman
|
194.923,08
|
9,93
|
Jumlah
|
1.963.333,74
|
100,00
|
Sumber:
Data primer diolah, 2014 (Lampiran 17)
Berdasarkan Tabel 13 diketahui
bahwa rata-rata pengeluaran pangan rumah tangga petani kelapa sawit di Desa
Talang Durian per bulan adalah sebesar Rp.1.963.333,74 atau dengan
persentase 49,03% dari
total pengeluaran rumah tangga petani kelapa sawit di daerah penelitian ini
diperoleh dari pengeluaran pangan rumah tangga (Rp/bulan) dibagi dengan
pengeluaran total rumah tangga (Rp/bulan) dikalikan dengan seratus persen.
Rata-rata pengeluaran
paling besar terdapat pada pengeluaran padi-padian atau beras yaitu sebesar Rp.
442.666,67 dengan
persentase 22,55%. Sedangkan pengeluaran paling
kecil terdapat pada pengeluaran pangan telur yaitu sebesar Rp. 32.769,23 dengan persentase 1,67%.
Beras merupakan makanan pokok pada setiap rumah tangga petani di daerah
peneliti maupun untuk setiap masyarakat di Indonesia, sehingga pengeluaran
pangan beras paling besar di bandingkan dengan pengeluaran yang lainya. Berbeda
dengan pengeluran pada telur dimana makanan ini hanya sebagai makanan sampingan
tidak setiap hari untuk dikonsumsi petani kelapa sawit di daerah peneliti.
5.3.2 Proporsi
Pengeluaran Non Pangan
Pengeluaran non pangan yang merupakan salah satu
kebutuhan pokok setelah pengeluaran pangan terpenuhi dalam sebuah rumah tangga
petani kelapa sawit. Tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dapat dikatakan
membaik apabila penerimaan meningkat dan sebagian penerimaan tersebut dapat
digunakan untuk memenuhi pengeluaran non pangan didalam keluarga petani kelapa
sawit.
Setelah memenuhi pengeluaran
pangan maka suatu rumah tangga juga pasti melakukan pengeluaran non pangan hal
ini dapat dijadikan indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan
anggapan bahwa setelah kebutuhan pangan terpenuhi, kelebihan penerimaan akan
digunakan untuk konsumsi non pangan. Oleh karena itu motif pengeluaran atau
pola pengeluaran suatu kelompok masyarakat sangat ditentukan pada penerimaan.
Secara umum dapat dikatakan tingkat penerimaan yang berbeda-beda menyebabkan
keanekaragaman taraf pengeluaran suatu rumah tangga.
Untuk melihat bagaimana
pengeluaran non pangan rumah tangga petani kelapa sawit di Desa Talang Durian
per bulan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Pengeluaran
Non Pangan per Bulan
No
|
Jenis Pengeluaran Non Pangan
|
Rata-Rata (Rp)
|
Persentase (%)
|
1
|
Bahan Bakar
|
337.897,44
|
16,56
|
2
|
Listrik
|
97.128,21
|
4,76
|
3
|
Perawatan
Badan
|
135.820,51
|
6,65
|
4
|
Komunikasi/Hp
|
100.051,28
|
4,90
|
5
|
Perawatan
Kenderaan Bermotor
|
75.384,62
|
3,69
|
6
|
Pendidikan
|
402.256,41
|
19,71
|
7
|
Kesehatan
|
21.538,46
|
1,06
|
8
|
Pakaian, Alas
Kaki, Tutup Kepala
|
32.820,51
|
1,61
|
9
|
Barang-Barang
Tahan Lama
|
16.153,85
|
0,79
|
10
|
Ansuran Kredit
Motor dan Bank
|
688.307,69
|
33,72
|
11
|
Kegiatan
Sosial
|
133.589,74
|
6,55
|
|
Jumlah
|
2.040.948,72
|
100,00
|
Sumber:
Data primer diolah, 2014 (Lampiran 28)
Dari tabel 14 diketahui bahwa
rata-rata pengeluaran non pangan rumah tangga petani kelapa sawit di Desa
Talang Durian adalah sebesar Rp. 2.040.948,72 atau dengan
persentase sebesar 50,97% dari
total pengeluaran rumah tangga petani sawit di daerah penelitian. Angka ini
didapat dari pengeluaran non pangan rumah tangga (Rp/bulan) dibagi dengan
pengeluaran total rumah tangga (Rp/bulan) dikali seratus persen.
Rata-rata pengeluaran non pangan
paling besar terdapat pada pengeluaran Ansuran Kredit Motor dan Bank yaitu
sebesar Rp. 688.307,69 dengan jumlah
persentase sebesar 33,72% Sedangkan pengeluaran rata-rata
paling kecil terdapat pada pengeluaran barang-barang tahan lama yaitu sebesar
Rp. 16.153,85 dengan jumlah
persentase sebesar 0,79%.
Pengeluaran non
pangan rumah tangga petani yang paling besar terdapat pada pajak dan premi
asuransi, hal ini dikarenakan rumah tangga petani di daerah penelitian
mempunyai pengeluaran setiap bulannya seperti setoran bank dan kredit motor
tetapi tidak semua rumah tangga mempunyai pengeluaran pajak dan premi asuransi
atau dengan kata lain hanya sebagian rumah tangga petani yang mengeluarkan nya,
sehingga pengeluaran
non pangan pajak dan premi asuransi merupakan pengeluaran yang paling besar di
antara pengeluaran yang lainya.
Hal ini berbanding terbalik dengan pengeluaran
barang-barang tahan lama dimana, pengeluaran ini dikeluarkan pada saat
dibutuhkan membeli peralatan rumah tangga untuk disimpan dan digunakan lain
waktu oleh rumah tangga petani kelapa sawit, sehingga pengeluaran ini tidak
besar hanya sebagian kecil dari total pengeluaran non pangan.